Catatan Perjalanan ke Desa Tanpa Sinyal, dan Perjumpaan Tak Terduga dengan Situs Fomototo
Catatan Perjalanan ke Desa Tanpa Sinyal, dan Perjumpaan Tak Terduga dengan Situs Fomototo
Blog Article
Hari ke-3 di Desa Sanggalangit, Bali Utara.
Sinyal telepon naik-turun seperti emosi mantan yang belum move on.
Colokan listrik cuma ada di balai desa.
Dan Wi-Fi?
Sama langkanya dengan toko Indomaret di sini.
Aku datang ke sini untuk disconnect.
Kabur dari notifikasi.
Menjauh dari segala yang namanya online.
Tapi nyatanya, aku malah menemukan… koneksi yang lebih dalam.
Di Balik Hening, Ada Pikiran yang Ramai
Setiap malam di desa ini sunyi.
Bukan sunyi yang menyeramkan.
Tapi sunyi yang membuatmu mendengar dirimu sendiri.
Dan di malam keempat, saat satu-satunya kafe di desa tiba-tiba dapat sinyal satelit,
aku iseng buka browser.
Iseng. Nggak ada niat cari apapun.
Sampai di kolom pencarian kutulis satu kata:
Kenapa kata itu muncul di kepalaku?
Aku juga nggak tahu.
Situs yang Tidak Meminta Apa-Apa
Situs Fomototo tidak seperti yang kubayangkan.
Aku pikir itu semacam layanan atau platform ribet yang minta ini-itu.
Ternyata…
ia lebih mirip jendela kecil di tengah dunia digital yang begitu bising.
Tidak banyak pilihan.
Tidak banyak warna.
Tidak ada ajakan menggebu.
Hanya halaman yang... tenang.
Dan aku, yang biasanya terburu-buru untuk menutup tab,
malah berlama-lama di sana.
Apa Sebenarnya Situs Fomototo Itu?
Aku masih belum tahu pasti.
Mungkin ia bukan sekadar situs.
Mungkin ia semacam ruang digital yang sengaja dibiarkan kosong
agar manusia yang mampir ke sana bisa mengisinya sendiri —
dengan pikiran, pertanyaan, atau bahkan keheningan.
Yang jelas,
di tempat terpencil ini,
di antara kebun cengkeh dan suara jangkrik,
aku merasakan bahwa situs Fomototo bukan soal teknologi,
tapi soal kembali ke diri sendiri.
Kesimpulan dari Sudut Dunia yang Lain
Perjalanan ini tadinya kupikir tentang melihat tempat baru.
Tapi ternyata, yang kutemukan justru ruang lama — diriku sendiri.
Dan anehnya, situs Fomototo jadi salah satu bagian penting dari perjalanan itu.
Bukan karena fiturnya.
Bukan karena tampilannya.
Tapi karena dia tidak memintaku jadi apa-apa.
Ia hanya hadir.
Dan kadang, itu lebih dari cukup.